berasal dari tanah dan akan kembali menjadi tanah. Sedangkan unsur immateri berasal dari ruh Tuhan dan akan kembali kepadaTuhan.
Unsur
materi manusia (jasmani) sama dengan kejadian makhluk lainnya seperti
serangga, kumbang, kera, kuda, pohon dan lain sebagainya. Akan tetapi
manusia dipisahkan dari makhluk yang lainnya dengan ruh yang tinggi. Ruh
ini mengandung akal pikiran dan perasaan hingga dengan keduanya akan
nampak sifat kemanusiaannya. Debu tanah menghantarkan manusia cenderung
untuk menikmati kelezatan materi seperti makan, minum, olahraga, dan
lain sebagainya. Sedangkan unsur rohani menghantarkan kecenderungan
manusia untuk dapat menikmati kelezatan rohani seperti keimanan, berbuat
baik, menolong orang lain, dan sebagainya.
Tanah
sebagai pembentuk unsur jasmani itu bersifat fana (hancur). Sedangkan
ruh bersifat permanen. Kehidupanjasmani bersifat sementara atau dengan
istilah lain hanya sekejap mata. Oleh karena itu, kehidupan manusia
dapat dilukiskan hanya dengan kalimat: lahir, menangis, dan mati. Dengan
istilah yang lain dikatakan bahwa kalau manusia lahir diazankan dan
mati dishalatkan. Itulah lamanya kehidupan manusia, diukur antara waktu
azan dan sholat, singkat sekali.
Menyadari
asal kejadian manusia, seharusnya manusia menyadari bahwa ia adalah
makhluk lemah yang tidak sepatutnya bersikap angkuh dan sombong. Waktu
yang singkat merupakan isyarat bagi mansuia untuk mengisi tugas hidupnya
dengan sebaik-baiknya, tanpa mengenal lelah dan capek. Karena iti
jadilah orang yang “malamnya bercermin kitab suci, siangnya bertongkat besi“. Yang berarti dimalam hari menjadi hambayang khusyu’ dalam beribadah, dan disiang hari sebagai pekerja keras.
Konsekwensi dari potensi ruh yang dimiliki oleh manusia, maka manusia adalah “citra Tuhan“.
Hal ini menyebabkan manusia memikul tugas hidup sebagai khalifah
pengganti Tuhan di muka bumi. Tugas kekhalifahanyang diberikan oleh
Allah SWT lebih disebabkan karena manusia memiliki akal yang bentuknya
tidak nampak tapi bekasnya nyata. la berfungsi antara lain: untuk
memahami, menggambarkan sebab-akibat, melakukan yang baik dan yang buruk
serta membedakan antara keduanya. Akal merupakan sumber peradaban dan
azas keutamaan.
Atas
dasar ini, Allah menyatakan hukum dan peraturannya. Manusia dijadikan
sebagai khalifah dengan dibekali akal, diharapkan manusia dapat
melaksanakan tugas mengatur bumi ini dan mengeluarkan rahasia yang
terpendam di dalamnya.
Akal
dijadikan oleh Allah sebagai ciri utama kekhalifahan manusia. Karena
itu, posisi akal sangat tinggi dan kuat. Hal ini sejalan dengan banyak
ayat Al-Quran yang mengajak akal manusia sebagai mitra bicara ketika
Allah menjelaskan proses penciptaan alam raya, di antaranya firman Allah
SWT: “Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia
diciptakan, Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung
bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?” (QS. Al-Ghasyiyah [88]: 17-20)
2. Hakekkat manusia
ilmu Pengertian hakikat manusia – Manusia adalah mahluk paling sempurna yang pernah diciptakan oleh Allah SWT. Kesempurnaan yang dimiliki oleh manusia merupakan suatu konsekuensi fungsi dan tugas mereka sebagai khalifah dimuka bumi ini. Al-Quran menerangkan bahwa manusia berasal tanah dengan mempergunakan bermacam-macam istilah, seperti : Turab, Thien, Shal-shal, dan Sualalah.
Hal ini dapat diartikan bahwa jasad manusia diciptakan Allah dari bermacam-macam unsur kimiawi yang terdapat dari tanah. Adapun tahapan-tahapan dalam proses selanjutnya, Al-Quran tidak menjelaskan secara rinci. Akan tetapi hampir sebagian besar para ilmuwan berpendapat membantah bahwa manusia berawal dari sebuah evolusi dari seekor binatang sejenis kera, konsep-konsep tersebut hanya berkaitan dengan bidang studi biologi. Anggapan ini tentu sangat keliru sebab teori ini ternyata lebih dari sekadar konsep biologi. Teori evolusi telah menjadi pondasi sebuah filsafat yang menyesatkan sebagian besar manusia. Dalam hal ini membuat kita para manusia kehilangan harkat dan martabat kita yang diciptakan sebagai mahluk yang sempurna dan paling mulia.
Walaupun manusia berasal dari materi alam dan dari kehidupan yang terdapat di dalamnya, tetapi manusia berbeda dengan makhluk lainnya dengan perbedaan yang sangat besar karena adanya karunia Allah yang diberikan kepadanya yaitu akal dan pemahaman. Itulah sebab dari adanya penundukkan semua yang ada di alam ini untuk manusia, sebagai rahmat dan karunia dari Allah SWT. {“Allah telah menundukkan bagi kalian apa-apa yang ada di langit dan di bumi semuanya.”}(Q. S. Al-Jatsiyah: 13). {“Allah telah menundukkan bagi kalian matahari dan bulan yang terus menerus beredar. Dia juga telah menundukkan bagi kalian malam dan siang.”}(Q. S. Ibrahim: 33). {“Allah telah menundukkan bahtera bagi kalian agar dapat berlayar di lautan atas kehendak-Nya.”}(Q. S. Ibrahim: 32), dan ayat lainnya yang menjelaskan apa yang telah Allah karuniakan kepada manusia berupa nikmat akal dan pemahaman serta derivat (turunan) dari apa-apa yang telah Allah tundukkan bagi manusia itu sehingga mereka dapat memanfaatkannya sesuai dengan keinginan mereka, dengan berbagai cara yang mampu mereka lakukan. Kedudukan akal dalam Islam adalah merupakan suatu kelebihan yang diberikan Allah kepada manusia dibanding dengan makhluk-makhluk-Nya yang lain. Dengannya, manusia dapat membuat hal-hal yang dapat mempermudah urusan mereka di dunia. Namun, segala yang dimiliki manusia tentu ada keterbatasan-keterbatasan sehingga ada pagar-pagar yang tidak boleh dilewati.
Dengan demikian, manusia adalah makhluk hidup. Di dalam diri manusia terdapat apa-apa yang terdapat di dalam makhluk hidup lainnya yang bersifat khsusus. Dia berkembang, bertambah besar, makan, istirahat, melahirkan dan berkembang biak, menjaga dan dapat membela dirinya, merasakan kekurangan dan membutuhkan yang lain sehingga berupaya untuk memenuhinya. Dia memiliki rasa kasih sayang dan cinta, rasa kebapaan dan sebagai anak, sebagaimana dia memiliki rasa takut dan aman, menyukai harta, menyukai kekuasaan dan kepemilikan, rasa benci dan rasa suka, merasa senang dan sedih dan sebagainya yang berupa perasaan-perasaan yang melahirkan rasa cinta. Hal itu juga telah menciptakan dorongan dalam diri manusia untuk melakukan pemuasan rasa cintanya itu dan memenuhi kebutuhannya sebagai akibat dari adanya potensi kehidupan yang terdapat dalam dirinya. Oleh karena itu manusia senantiasa berusaha mendapatkan apa yang sesuai dengan kebutuhannya,hal ini juga dialami oleh para mahluk-mahluk hidup lainnya, hanya saja, manusia berbeda dengan makhluk hidup lainnya dalam hal kesempurnaan tata cara untuk memperoleh benda-benda pemuas kebutuhannya dan juga tata cara untuk memuaskan kebutuhannya tersebut. Makhluk hidup lain melakukannya hanya berdasarkan naluri yang telah Allah ciptakan untuknya sementara manusia melakukannya berdasarkan akal dan pikiran yang telah Allah karuniakan kepadanya. Dewasa ini manusia, prosesnya dapat diamati meskipun secara bersusah payah. Berdasarkan pengamatan yang mendalam dapat diketahui bahwa manusia dilahirkan ibu dari rahimnya yang proses penciptaannya dimulai sejak pertemuan antara spermatozoa dengan ovum. Didalam Al-Qur`an proses penciptaan manusia memang tidak dijelaskan secara rinci, akan tetapi hakikat diciptakannya manusia menurut islam yakni sebagai mahluk yang diperintahkan untuk menjaga dan mengelola bumi. Hal ini tentu harus kita kaitkan dengan konsekuensi terhadap manusia yang diberikan suatu kesempurnaan berupa akal dan pikiran yang tidak pernah di miliki oleh mahluk-mahluk hidup yang lainnya. Manusia sebagai mahluk yang telah diberikan kesempurnaan haruslah mampu menempatkan dirinya sesuai dengan hakikat diciptakannya yakni sebagai penjaga atau pengelola bumi yang dalam hal ini disebut dengan khalifah. Status manusia sebagai khalifah , dinyatakan dalam Surat All-Baqarah ayat 30.
Kata khalifah berasal dari kata khalafa yakhlifu khilafatan atau khalifatan yang berarti meneruskan, sehingga kata khalifah dapat diartikan sebagai pemilih atau penerus ajaran Allah. Namun kebanyakan umat Islam menerjemahkan dengan pemimpin atau pengganti, yang biasanya dihubungkan dengan jabatan pimpinan umat islam sesudah Nabi Muhammad saw wafat , baik pimpinan yang termasuk khulafaurrasyidin maupun di masa Muawiyah-‘Abbasiah. Akan tetapi fungsi dari khalifah itu sendiri sesuai dengan yang telah diuraikan diatas sangatlah luas, yakni selain sebagai pemimpin manusia juga berfungsi sebagai penerus ajaran agama yang telah dilakukan oleh para pendahulunya,selain itu khalifah juga merupakan pemelihara ataupun penjaga bumi ini dari kerusakan.
3. Kepribadian Bangsa Timur
Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat berdiri sendiri. Manusia membutuhkan manusia lainnya untuk dapat berinteraksi dan bertahan hidup. Hal tersebut benar – benar dianut oleh masyarakat pada bangsa timur terutama Indonesia. Rasa kebersamaan yang kuat bisa dibilang sebagai kepribadian bangsa.
Segala sesuatu yang terdapat di dalam masyarakat ditentukan adanya oleh kebudayaan yang dimiliki masyarakat itu. Di Indonesia banyak sekali kebudayaan dan kepribadianyang ada, karena seperti yang kita tahu bahwa Indonesia memiliki banyak sekali suku sehingga dengan sudah sangat pasti kebudayaannya pun berbeda.
Sistem ideologi yang ada biasanya meliputi etika, norma, adat istiadat, peraturan hukum yang berfungsi sebagai pengarahan dan pengikat perilaku manusia atau masyarakat agar sesuai dengan kepribadian bangsa yang sopan, santun, ramah, dan tidak melakukan hal – hal yang dapat mencoreng kepribadian bangsa.
Sistem sosial meliputi hubungan dan kegiatan sosial di dalam masyarakat. Sistem teknologi meliputi segala perhatian serta penggunaanya, sesuai dengan nilai budaya yang berlaku. Pada saat unsur-unsur masing-masing kebudayaan saling menyusup. Proses migrasi besar-besaran, dahulu kala, mempermudah berlangsungnya akulturasi tersebut.
Pada dasarnya masyarakat daerah timur dengan contoh Indonesia, sangat terbuka dan toleran terhadap bangsa lain, tetapi selama masih sesuai dengan norma, etika serta adat istiadat yang ada di Indonesia.
Pada umumnya unsur-unsur kebudayaan asing yang mudah diterima adalah unsur kebudayaan kebendaan seperti peralatan yang terutama sangat mudah dipakai dan dirasakan sangat bermanfaat bagi masyarakat yang menerimanya. Contohnya : Handphone, komputer, dan lain – lain.
Namun ada pula unsur-unsur kebudayaan asing yang sulit diterima adalah misalnya :
1. Unsur-unsur yang menyangkut sistem kepercayaan seperti ideologi, falsafah hidup dan lain-lain.
2. Unsur-unsur yang dipelajari pada taraf pertama proses sosialisasi. Contoh yang paling mudah adalah soal makanan pokok suatu masyarakat.
3. Pada umumnya generasi muda dianggap sebagai individu-individu yang cepat menerima unsur-unsur kebudayaan asing yang masuk melalui proses akulturasi. Sebaliknya generasi tua, dianggap sebagai orang-orang kolot yang sukar menerima unsur baru.
4. Suatu masyarakat yang terkena proses akulturasi, selalu ada kelompok-kelompok individu yang sukar sekali atau bahkan tak dapat menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi.
Berbagai faktor yang mempengaruhi diterima atau tidaknya suatu unsur kebudayaan baru diantaranya :
1. Terbatasnya masyarakat memiliki hubungan atau kontak dengan kebudayaan dan dengan orang-orang yang berasal dari luar masyarakat tersebut.
2. Jika pandangan hidup dan nilai yang dominan dalam suatu kebudayaan ditentukan oleh nilai-nilai agama.
3. Corak struktur sosial suatu masyarakat turut menentukan proses penerimaan kebudayaan baru. Misalnya sistem otoriter akan sukar menerima unsur kebudayaan baru.
4. Suatu unsur kebudayaan diterima jika sebelumnya sudah ada unsur-unsur kebudayaan yang menjadi landasan bagi diterimanya unsur kebudayaan yang baru tersebut.
5. Apabila unsur yang baru itu memiliki skala kegiatan yang terbatas.
4. Pengertian Kebudayaan
Katakanlah, misalnya, jika kita bicara kebudayaan di Indonesia, maka tokoh-tokoh yang dimunculkan adalah tokoh-tokoh sastra; seperti W.S Rendra sendiri, Sutan Takdir Alisjahbana, H.B. Jassin, Taufik Ismail, Pramoedya Ananta Toer, Goenawan Mohammad, Kuntowijoyo sampai Radhar Panca Dahana. Kebudayaan di situ mengacu pada sastra sebagai weltanschaung yang direpresentasi para tokoh-tokoh dan penggiatnya. Sedangkan semestinya, ada deferensiasi dan kategorisasi antara keduanya, karena sebenarnya masing-masing memiliki perbedaan yang cukup penting baik secara peristilahan maupun praktik. Sastra memiliki keterbatasan, yang pada intinya hanya bermediumkan teks. Sedangkan sebaliknya, kebudayaan mencakup persoalan yang luas, yang pada tingkatan makro seperti definisi peristilahannya, yaitu dari kata-kata budi dan daya, berarti kearifan dan keinsyafan manusia untuk berkreasi atau mencipta sesuatu karya.
Persoalan substansial yang menyebabkan campur-aduknya kebudayaan dan sastra di Indonesia, dikarenakan konsep kebudayaan “tak pernah lari” dari teks. Atau yang terjadi di Indonesia selama ini, kebudayaan selalu “dilarikan ke dunia teks”. Di sinilah letak persoalan itu bermula. Teks dan kebudayaan berjalan-berkelindan, seakan-akan antara keduanya tak memiliki batas-batas perbedaan yang penting.
Teks selalu menjangkau dan merengkuh kebudayaan. Aktualisasi nilai-nilai kebudayaan rasanya kurang dapat dinikmati jika tanpa dibarengi dengan medium teks. Nilai-nilai dan dimensi etika-estetika dari kebudayaan mesti tampil dalam teks, jika ingin terpublikasi secara luas. Di situ, conflict of interest bermain, atau mungkin karena kebudayaan selalu terdeterminasi kepada teks. Ia merupakan medium yang dapat mengabstraksikan secara “virtual” dalam imajinasi alam idea manusia, meskipun dunia kebudayaan di situ tak secara detail terakomodasi dalam teks. Karena ada sisi-sisi etika-estetika kebudayaan yang tak dapat terakomodasi hanya melalui pengalaman-pengalaman pembacaan terhadap medium teks. Sedangkan idealnya etika-estetika kebudayaan mesti terhayati dari mulai melihat dan merasakannya secara langsung, tanpa melalui medium teks.
Teks merupakan refleksi dari kebudayaan, dimana pengalaman seperti itu bisa dijumpai dalam karya-karya W.S Rendra, misalnya, dalam karya puisi maupun sajaknya. Hal itu terjadi karena kebudayaan merupakan ilham dari teks, ilham lazimnya datang dari nilai-nilai kebudayaan yang kemudian nilai-nilainya tersumbat dalam nalar manusia lalu kemudian diaktualisasikan dalam medium teks. Di situ, teks tak akan pernah berbicara tanpa adanya ilham, berarti teks akan mati tanpa kebudayaan.
***
Kenyataan
“epistemologis” semacam itulah yang mungkin menyebabkan
berjalan-berkelindannya sastra yang diwakili teks dan kebudayaan. Jadi
bukan semata-mata karena antara sastra dan kebudayaan secara “ideologis”
berbeda, yang kemudian implementasinya harus berbeda pula. Tapi lebih
karena faktor “epistemologis” yang membuat keduanya
berjalan-berkelindan. Sehingga akan terasa sulit nampaknya memisahkan
dua dunia yang meskipun berbeda, namun keduanya dapat dipertemukan dalam
medium teks.Itulah sebabnya kita yang selama ini berada di dalam “satu dunia” tapi dapat merengkuh “dua dunia” sekaligus, mesti mengimagining kembali dunia sastra dan kebudayaan Indonesia. Apakah paska W.S Rendra, keduanya akan terpisah? Sudah saatnya di Indonesia mestinya memiliki tokoh-tokoh sastra, dan juga tokoh kebudayaan yang keduanya terpisah. Karena dari segi konsep, antara sastra dan kebudayaan berbeda, kebudayaan lebih universal sementara sastra bersifat partikular, oleh karenanya tak boleh dicampuraduk.
Dengan demikian pula, perjuangan untuk pencerahan publik melalui kesadaran kultural lewat sastra dan kebudayaan bisa terjadi pada dua arah, dan bukan pada satu arah tapi lewat dua ranah sekaligus; sastra dan kebudayaan, pendekatan seperti itu yang kira-kira kini mesti ditonjolkan, sastra dan kebudayaan Indonesia bisa tampil utuh sepenuhnya sepeninggal W.S Rendra